Asasunnajah header

Sharing Time, Peran Keluarga Sebagai Support Sistem Penyintas Kekerasan Seksual

Posting Komentar
Peran Keluarga Sebagai Support Sistem Penyintas Kekerasan Seksual

Menonton berita soal kekerasan seksual di TV dengan korban yang masih dibawah umur, bahkan ada yang masih balita tetiba mengingatkanku pada anak-anak. Yang paling membuat miris pelakunya bukan orang jauh melainkan orang terdekat. Haduuh, rasanya jadi ingin terus mendekap mereka dengan erat. Sampai-sampai saking parnonya, merasa bersyukur dengan adanya sekolah di rumah lantaran wali kelasnya laki-laki. 

Aku tak bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan korban maupun orang tuanya yang telah melahirkan dan membesarkan dengan darah dan peluh. Dan yang lebih menyedihkan lagi, korban kekerasan seksual ini ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. 

Pasalnya ia tidak hanya menanggung luka batin atas kelakuan bejat dari pelaku yang menyisakan efek traumatis, lebih dari itu ia bahkan harus menanggung beban moral yang pastinya berdampak pada tekanan psikis.

Peran Keluarga Sebagai Support Sistem

Jika kita hanya menonton berita secara sekilas, barangkali memanga hanya sekedar kalimat-kalimat iba yang keluar dari lisan kita. Namun mengikuti sharing time bersama Indonesia Content Creator dengan tema Peran Keluarga Sebagai Support Sistem Penyintas Kekerasan Seksual meskipun tidak bisa mengikuti dengan paripurna karna terkendala jaringan, namun sharing ini memberikanku banyak insight baru.

Membaca suguhan materi dari penulis novel 'Hilda" paling tidak kita jadi lebih berempati terhadap para korban kekerasan seksual meskipun kita tidak pernah bersentuhan secara langsung dengan mereka.

Suguhan materi yang kuterima dalam bentuk file pdf makin membuka mataku akan nasib perempuan korban kekerasan seksual yang rata-rata mereka justru mendapatkan perlakuan tidak adil dalam bentuk :
  • Marginalisasi
Hingga saat ini perlakuan marginalisasi atau perlakuan peminggiran seseorang dengan latar belakang perbedaan jenis kelamin masih terjadi. Yang menjadi sasaran utama adalah kurangnya pemahaman seksualitas khususnya sistem reproduksi. Seperti yang terjadi pada buruh pabrik, yang hamil atau melahirkan jika ia izin tidak bekerja mendapat ancaman potong gaji hingga pemutusan hubungan kerja.

Kuatnya budaya patriarki yang masih mengakar melahirkan anggapan bahwa perempuan lebih pantas melakoni profesi dengan jabatan yang lebih rendah daripada laki-laki dengan alasan laki-laki akan menjadi tersingkir dan merasa direndahkan. 
  • Subordinasi pembentukan stereotype atau melalui pelabelan negatif
Perempuan seringkali menjadi obyek subordinasi. Dalam sebuah karir misalnya, sebuah jabatan penting lebih diprioritaskan pada laki-laki meskipun perempuan memiliki kapabilitas yang sama. Disinilah salah satu contoh perlakuan ketidakadilan perempuan. Padahal seseorang berhak meraih kesempatan yang sama dalam politik, sosial, pendidikan maupun karir. Maka pandangan superioritas laki-laki dalam jabatan harus diubah. Karna kapabiliitas bekerja tidak ditentukan oleh jenis kelamin, melainkan oleh kapasitas dan kesanggupannya dalam memikul tanggung jawab.
  • Kekerasan (violence)
Hingga saat ini telah banyak kekeasan yang dilakukan oleh kaum laki-laki tidak bertanggung jawab dengan perempuan sebagai obyek. Semua tindakan itu berasal dari anggapan kuasa dan superioritas laki-laki atas perempuan.
  • Stereotype atau melalui pelabelan negatif
Konstruksi soisal telah menciptakan label terhadap perempuan. Label-label yang rata-rata mengarah pada kelemahan perempuan. Seperti perempan hanya pantas bekerja di ranah domestik, sedangkan ranah publik adalah milik kaum laki-laki. Atau label cengeng untuk laki-laki yang menangis, padahal menangis adalah bagian dari luapan emosi yang wajar.
  • Beban ganda yang dipaksakan (double burden)
Beban ganda biasanya terjadi pada ranah rumah tangga, dimana perempuan yang berkarir di luar harus menerima beban pekerjaan rumah tanpa bantuan siapapun. Bahkan ketika suami dalam kondisi tidak banyak bekerja atau santai. Disinilah perempuan harus menanggung beban ganda.  

Sikap Kita Terhadap Korban Kekerasan Seksual

Mengunyah materi sharing kali ini bener-bener telah membuka mata bahwa betapa beratnya beban yang ditanggung oleh korban kekerasan seksual. Lalu sebagai materi pamungkas, Mbak Muyassaroh memberikan acuan sikap yang bisa diberikan kepada korban kekerasan seksual khususnya perempuan :
  • Melindungi korban supaya tidak mengalami ketidakadilan
  • Mendukung sepenuhnya korban untuk terus bangkit kembali
  • Melakukan proses hukum dengan meminta bantuan LBH terdekat
  • Mengobati luka korban baik fisik maupun psikis
  • Dampingi selalu sampai korban kembali pulih

Penutup

Sharing yang benar-benar berharga, meskipun tak bisa intens bertatap layar bersyukur masih bisa menikmati suguhan materi sehingga bisa membagikan lagi ke teman-teman pembaca disini. Sebagai perempuan yang kini juga telah merasakan bagaimana perjuangan menjadi seorang ibu, hanya berdoa mudah-mudahan tidak ada lagi kekerasan yang ditujukan pada perempuan.

Sebagai sikap antisipasi dan kewaspadaan marilah kita dekap anak-anak kita lahir dan batin. Sebagai sebaik-baik penjaga mudah-mudahan Allah senantiasa menjaga kita semua dari tindak kekerasan dalam bentuk apapun.

Sekian semoga bermanfaat.

Asasunnajah
Seorang ibu tiga anak yang sedang belajar menulis dan berjualan online. _Salam silaturahim_

Related Posts

Posting Komentar